Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Rumah Foto Oriental Bogor

We don’t remember days, we remember moments.-Cesare Pavese Hello, Travelosofies! Masih ingat, kapan terakhir kali menginjakkan kakimu di studio foto? Bersua dengan cahaya buatan manusia, mata bertemu mata lewat lensa kamera, dan merekam keindahan bersama sang kesayangan untuk dikenang selama-lamanya? Masih ingat? Jika lupa-lupa ingat, tak ada salahnya mencoba merekam kenangan itu sekali dan dua kali lagi. Merekam ekspresi dan esensi dirimu di dalam ruang bernama fotografi. Kali ini ada tempat yang menunggu kamu dengan senang hati untuk bebas berekspresi dengan nuansa yang dijamin punya rasa baru. Yups! Sesuai judul, saya akan perkenalkan Rumah Foto Oriental Bogor, sebuah tempat yang menawarkan keindahan budaya oriental untuk membuat momen spesialmu menjadi lebih unik dan tak terlupakan. Buat kamu yang bosan dengan nuansa foto studio yang itu-itu saja, datang ke Rumah Foto Oriental Bogor menjadi pilihan tepat! Dari namanya, tentu kamu sudah membayangkan konsep apa yang

Kejutan Istimewa dari Lembah Harau Sumatera Barat

“Mbak Tya udah sampai Mentawai beluummmm? Fotoin dong hehehe”. “Cuaca ga mendukung. Ujan mulu. Mana kapalnya terbatas pula harinya. Ini lagi di Lembah Harau.” [Send Photo Lembah Harau] Dokumentasi oleh @tyarizal29 “Waahhh di situ juga menawan mbak.” (+ emot mata lope lope)            Percakapan singkat lewat whatsapp tersebut berhasil bikin saya mupeng pengen nyusul terbang bersama mimi peri buat ngopi di bawah kabut yang bersliweran di Lembah Harau Sumatera Barat sore itu bersama Mbak Tya, rekan kerja saya di Dinas Lingkungan Hidup Kab. Bogor. Ajakannya dua minggu lalu ke Mentawai untuk mengikuti agenda pemberdayaan masyarakat di sana terpaksa saya tepis karena situasi kantong yang sedang tak mendukung untuk ngetrip sejauh itu. “Ikut aja, cukup sediain bajet buat tiket pesawat PP. Kehidupan di sana tenang deh gampang. Nanti banyak teman-teman Tya.”  Bujuknya. Buat saya yang orangnya BJBJ (Bentar Jajan Bentar Jajan), cuma bawa bajet tiket PP saja ke Ment

Two Germany Girls in Tawangalun Train

Kereta Tawangalun jurusan Stasiun Rogojampi, Banyuwangi – Stasiun Malang Kota Baru mempertemukan kami dengan teman perjalanan yang tidak biasa. Seat 2-2 tersebut membuat kami bersua dengan dua orang wanita Jerman yang hendak liburan ke Batu, Malang. Dua orang perempuan yang mencurahkan 7 minggu dalam hidupnya untuk terbang bebas menjelajahi bumi Indonesia. “I think it’s long enough.” Kata saya. “Yeah, hahaha.” Kata mereka disertai sedikit tawa. Kami tak banyak bicara, selayaknya ‘orang asing’ pada umumnya. Sampai tiba di suatu menit, saya dan Adis membuka sekotak bolu gulung yang dibekali saudaranya yang baik sekali. Sebagai warga Indonesia yang dikenal ramah, rasanya tak baik merusak citra bangsa dengan tidak ikut serta menawari mereka. #ceilehhh “Do you want?” Saya menawari. “What is it?” “This is roll cake. Please, take it.” Mereka terlihat agak ragu pada awalnya. Mungkin memang belum tentu keputusan baik menerima makanan dari orang asing. “

Mr. Nanang, Penjual Cincau yang Jago 4 Bahasa

"I learn everything." Begitu kata Mr. Nanang, salah seorang penjual es cincau kelapa muda di Jl. Padjajaran Kota Bogor. Mr. Nanang bukan penjual es cincau biasa. Sudah jadi rahasia umum kalau kemampuannya berbahasa Inggris, Spanyol, Belanda dan Jerman berhasil menarik perhatian banyak orang termasuk saya. Meskipun ia ada masalah dengan pengucapan sehingga kadang perkataan bahasa asingnya agak sulit dimengerti, binar matanya tetap terpancar dan kepercayaan dirinya patut jadi juara. "I learn from books." katanya saat ditanya dari mana ia belajar semua bahasa itu. Kemampuannya berbahasa asing juga terlatih dari pengalamannya selama 14 tahun menjadi tour guide berkeliling Indonesia. Ia juga menjelaskan kekagumannya pada seorang Kahlil Ghibran dan mahakaryanya yg berjudul 'Sayap-sayap Patah'. "I am regeneration of Kahlil Ghibran, trust it!", Candanya. Selain berjualan cincau, Mr. Nanang juga menjadi guru di sebuah SMP dan SMK di

Filosofi Kopi Jogja

Bagi seorang first timer, mengomentari cita rasa kopi rasanya hal yang terlalu berani. Apalagi bicara soal filosofi rasanya, yang keluar paling cuma bau kentut. Tapi di rumah seduh Filosofi Kopi Jogja, si first timer berusaha meracik sedikit kesimpulan lewat ‘pertunjukan’ di meja sebelahnya. Sebuah keluarga rupanya sedang berkumpul bersama. Style mereka necis, tampak betul dari keluarga berada. Sang ayah bertubuh gagah. Si ibu tampak glamour bersama baju yang dilihat dari Tugu Jogja sekalipun kelihatan mahalnya. Anak-anaknya sudah pasti, tak kalah keren. Sekilas, semuanya terlihat sempurna sampai si first timer sadar bahwa ada kepincangan di sana. Percayalah, bahwa mereka tak sering saling bicara satu sama lain. Hampir semuanya sibuk dengan gawai masing-masing. Paling lepas hanya sebentar untuk menyeruput kopi dan makan camilan. Dari apa yang dilihatnya, si first timer mengerti satu hal. Bahwa sejatinya filosofi dari kopi bukan cuma terletak dari kepiawaian lida

Mbah Sis, ‘Permata’ Cantik di Pasar Prawirotaman Yogyakarta

Sebuah bentuk kebutuhan akan penyegaran. Untuk mengembalikan apa yang dirasanya hilang, untuk menutup apa yang disebutnya lubang. Langit 22 Juni 2018 di Yogyakarta hangat seperti biasanya. Semburat cahaya matahari di jendela sebuah kamar kos mungil di dekat Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) membangunkan dua orang yang masih bermalas-malasan di kasur hingga pukul 7 pagi. Hari itu sebetulnya belum jelas mau pergi ke mana, pergi melihat-lihat ke Pasar Prawirotaman menjadi pilihan karena kami memang belum punya rencana apa-apa. Ditambah, katanya di sana ada Mbah Sis, seorang penjual jamu peras yang pernah satu frame dengan Nicholas Saputra di film Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC2). Pukul 8 kami bersiap untuk pergi. Jalanan Yogyakarta yang lengang dengan gradasi kekuningan ala pagi hari terasa begitu cantik. Kami melaju dengan pelan berteman sese-embak Google Map yang bicara di balik headset. Ternyata, Prawirotaman hanya memakan waktu jarak tempuh sekitar 15 menit mengguna